May Day 2013, minim perbaikan buruh suarakan tuntutan serupa

May Day 2013, minim perbaikan buruh suarakan tuntutan serupa

Diperbaharui 1 May 2013, 11:22 AEST
Unjuk rasa buruh besar-besaran akan kembali mewarnai peringatan Hari Buruh Sedunia 2013.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengklaim akan menggelar aksi unjuk rasa secara serentak pada tanggal 1 Mei 2013 alias May Day di 20 propinsi di Indonesia. Massa buruh yang turun ke jalan ditargetkan mencapai 1 juta orang.
Aksi unjuk rasi buruh di Ibukota diperkirakan akan diikuti oleh sedikitnya 600 ribu buruh dari kawasan Jabodetabek. Massa buruh akan berkonvoi untuk mencapai sejumlah titik aksi di antaranya Bundaran Hotel Indonesia, Istana dan DPR.
Kepada Radio Australia, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI, Said Iqbal, mengatakan tuntutan buruh dalam aksi May Day tahun ini masih sama persis dengan tuntutan buruh di peringatan May Day sebelumnya.
“Kita  menuntut pelaksanaan BPJS pada 1 Januari 2014,  revisi UU ketenagakerjaan,  tolak upah muran dan penghapusan tenaga kerja out sourcing.”
Pengulangan tuntutan ini dilakukan karena kalangan buruh menilai meski beberapa aspirasi mereka sudah diakomodasi pemerintah, namun pelaksanaanya masih  sangat lemah.
Said Iqbal mencontohkan soal tuntutan kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) yang diamini Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan terbitnya ketentuan kenaikan Upah Minimum Propinsi se Indonesia rata-rata sebesar hampir 20 persen. Di Ibukota bahkan UMP naik hingga  40 persen. Namun keputusan ini belum berdampak pada buruh  karena banyak pengusaha yang mengajukan penangguhan.
“Kita akui ada upaya pemerintah, dengan keluarnya aturan pelarangan tenaga Out Sourcing dan aturan  kenaikan Upah Minimum Propinsi. Itu kan sangat signifikan dilihat dari perjuangan May Day 2012. Tapi kita angkat lagi karena banyak pengusaha yang melakukan penangguhan tidak sesuai aturan dan dibiarkan saja oleh pemerintah. “
Dalam May Day tahun ini buruh juga mengangkat tuntutan penolakan kenaikan harga BBM. KSPI menyebut kenaikan BBM bakal menurunkan daya beli buruh sebesar 30 persen.
Lebih  baik tapi jauh dari ideal
Sementara itu pengamat perburuhan dari Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, Hadi Subhan menilai kondisi perburuhan di Indonesia saat ini sudah jauh lebih baik jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun masih jauh dari ideal.
Menurutnya, nasib buruh di Indonesia tidak akan mengalami perubahan signifikan tanpa upaya sungguh-sungguh dari pemerintah untuk memperbaiki aturan ketenagakerjaan dan juga peningkatan di sektor pengawasan.
“Pemerintah harus memperbaiki regulasi terkait penetapan upah minimun. Upah minimun kan landasannya Komponen Hidup Layak  (KHL), nah KHL yang  60 item itu sudah tidak layak. Pakai hitungan apapun, hasilnya tetap saja rendah. Buruh tidak akan sejahtera.
Norma hukum perburuhan yang bermasalah ini kemudian menimbulkan banyak pelanggaran. Tragisnya jumlah pegawai Pengawas Industri yang berwenang menjewer perusahaan nakal sangat minim.
“Di Jawa Timur misalnya ada 31.000 perusahaan, tapi pengawasnya kurang dari 150 orang. Itu kan berarti 1 pengawas harus mengawasi lebih dari 2000 perusahaan. Kan tidak mungkin. Mereka juga tidak diberi sumber dana untuk pengawasan. Jadi bagaimana mereka bisa mengawasi perusahaan dan juga menindaklanjuti pengaduan soal pelanggaran yang dilakukan perusahaan." katanya.
Hadi Subhan menambahkan, tanpa perubahan mendasar di dua sektor tersebut, selamanya kebijakan  terkait buruh yang diterbitkan pemerintah tidak akan bergigi.
Agenda perbaikan kesejahteraan buruh akan selalu kalah dengan kepentingan pemodal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Siswi SMK Laporkan Kepala Sekolah Cabul

Lereng Merapi-Merbabu Dari Islam ke Kristen Lalu ke Islam Lagi

Wako Ismet Amzis Berminantu