ADA PRIYO DI SIDANG TIPIKOR




Priyo Budi Santoso, apakah ia terlibat? (ANTARA/Andika Wahyu)

Priyo Budi Santoso disebut-sebut dalam percakapan telepon perkara dugaan korupsi pengadaan Al-Quran. KPK masih menggali fakta keterkaitannya. Benarkan nama Wakil Ketua DPR itu hanya dicatut? 

Jakarta, GATRAnews - Suara rekaman percakapan lewat saluran telepon itu terdengar cukup jelas. 
"Yang punya PBS aman, ya?" kata suara si penelepon, yang mirip Fahd El Fouz. 
"Aman, kita kan global controller," suara mirip Zulkarnen Djabar menyahut dari seberang saluran.

Tak lama berselang, diperdengarkan rekaman suara percakapan via telepon lainnya. Kali ini antara suara mirip Dendy Prasetya dan suara mirip Zulkarnaen, ayah Dendy. "Pi, tolong bilang ke Pak Priyo, posisi satu PT Macanan banting harga, palang. Nomor dua pemenang tahun lalu, PT Adi Aksara. Nomor tiga, kita," kata suara yang mirip Dendy. Kata "Pi" dalam percakapan itu adalah panggilan Dendy kepada Zulkarnaen. 

Dua rekaman percakapan lewat telepon itu diperdengarkan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang kasus korupsi pengadaan Al-Quran di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta Selatan, 25 April lalu. 

Total dua percakapan berlangsung sekitar 10 menit dan terjadi pada rentang waktu Agustus-November 2011. Dalam kasus ini, Fahd, Zulkarnaen, dan Dendy duduk sebagai terdakwa. 

Ihwal siapa inisial "PBS" dan nama "Pak Priyo" yang muncul dalam percakapan telepon itu, jaksa penuntut tipikor sempat menanyakannya kepada terdakwa Zulkarnaen di persidangan. "Apa yang dimaksud adalah Priyo Budi Santoso?" tanya jaksa. 

Lantas Zulkarnaen mengamininya, "Iya, itu Priyo Budi Santoso." 

Munculnya nama Priyo Budi Santoso, yang tak lain Wakil Ketua DPR, ini menjadi informasi awal bagi jaksa tipikor untuk mengembangkan kasus ini. "Penyebutan nama itu akan kami gali," kata Kemas Abdul Roni, jaksa penuntut tipikor, kepada GATRA. 

Sosok Priyo dalam pusaran dugaan korupsi pengadaan Al-Quran ini mencuat sejak penyidik KPK memeriksa Zulkarnen. 

Zulkarnaen, Priyo, dan Fahd terhubung lewat Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), organisasi kemasyarakat sayap Partai Golkar. Priyo duduk sebagai Ketua Umum MKGR. Zulkarnaen Wakil Ketua Umum MKGR, sedangkan Fhad adalah Ketua Generasi Muda MKGR. 

Nama Priyo juga terurai dalam dakwaan jaksa yang menjerat Fahd pada kasus berbeda, yakni dugaan korupsi pengadaan laboratorium komputer MTs di kantor Kementerian Agama (Kemenag). Di situ, Fahd dalam catatan tangannya membeberkan besaran jatah fee yang diterima Priyo, yakni 1% dari nilai proyek Rp 31,2 milyar untuk tahun anggaran 2011. Uang pelicin juga diterima Zulkarnaen 5%, Vasco Ruseimy atau Syamsu 2%, kantor 0,5%, Dendy 2,25%, dan Fadh sendiri 3,25%. 

Sedangkan pada proyek pengadaan Al-Quran senilai Rp 22 milyar tahun 2011, Fahd merinci sogokan untuk Priyo 3,5%. Namun, di persidangan, Fadh membantah daftar pemberian fulus itu, khususnya untuk Priyo. Alasannya, ia hanya mencatut nama Priyo untuk menakut-nakuti pihak Kemenag. 

Tentu terlibat atau tidaknya Priyo dalam dua dugaan korupsi ini menjadi tugas KPK untuk menyelidikinya di luar persidangan. Yang pasti, dalam peridangan Senin kemarin, jaksa penuntut tipikor menuntut Zulkarnaen 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider lima bulan kurungan. Adapun Dendy Prasetya, anaknya yang turut aktif mengatur jalannya kongkalikong penggiringan proyek itu, dituntut sembilan tahun penjara dan wajib membayar Rp 300 juta atawa empat bulan kurungan. Keduanya juga diminta membayar uang pengganti Rp 14,39 milyar. 

Walau disebut-sebut dalam surat dakwaan dan muncul dalam rekaman pembicaraan via telepon, hingga kini posisi Priyo masih aman. Penyidik KPK belum mengagendakan pemanggilan Priyo. ''Kami belum mengejar dulu (Priyo). Masih fokus di dua terdakwa ini,'' kata Kemas merujuk pada Zulkarnaen dan Dendy.

Menurut Kemas, KPK tidak ingin gegabah karena masih akan menelusuri apakah munculnya nama Priyo itu menguatkan terjadinya pemberian suap atau sebatas penyebutan nama. ''Sejauh ini, belum ada fakta yang mengungkap perbuatan Priyo ikut dalam suap-menyuap perkara ini. KPK masih menggali fakta keterkaitannya,'' katanya.

Sikap yang sama ditunjukkan Yunasril Yuzar, kuasa hukum Zulkarnaen Djabbar, yang tidak ingin berspekulasi tentang keterlibatan Priyo "Sebenarnya itu ucapan Fahd, tidak etis kami komentari," ujarnya. Adapun Erman Umar, sejawatnya, tidak tahu-menahu alasan Zulkarnaen memakai istilah PBS. "Mungkin itu sebutan biasa di kalangan orang Golkar," tuturnya.

Priyo pun menepis tudingan yang mengarah kepadanya. Ia mengaku telah mengetahui namanya dibawa-bawa dalam rekaman yang diperdengarkan di pengadilan tipikor. Namun itu hanyalah pengulangan dari persidangan sebelumnya yang telah dibantah Fadh. 

"Dia (Fadh) mengaku telah mencatut nama saya dan secara terbuka sudah meminta maaf kepada saya," kata Priyo kepada GATRA. "Zulkarnaen dan Dendy juga sudah membantah keterkaitan dengan saya," ia menambahkan. 

Jadi, kata Priyo, "Apa lagi? Sekali lagi, saya tidak tahu-menahu tentang masalah itu." Ia meluruskan bahwa posisinya sebagai Wakil Ketua DPR tidak membidangi masalah keagamaan, melainkan membawahkan korpolkam (koordinator politik dan keamanan). 

"Kita ikuti saja persidangan, hormati hukum. Tidak mengaitkan orang yang tidak tahu dan tidak terkait," ujarnya. 

Penjelasan politikus Partai Golkar itu dinilai Firdaus Ilyas, peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), masih perlu dibuktikan penyidik KPK. KPK tidak boleh berhenti pada isi rekaman yang diperdengarkan. "Tapi menggali siapa saja yang terlibat, mulai proses penetapan anggaran, pencairan, hingga aliran dananya secara detail," katanya. 

Penyebutan nama Priyo di persidangan tipikor itu, menurut Firdaus, harus ditindaklanjuti dan diklarifikasi oleh penyidik KPK. Tidak hanya memanggil pihak yang disebutkan, melainkan juga harus menjernihkan prasangka-prasangka selama ini. "Terbuka segala kemungkinan siapa yang terlibat," tuturnya. 

Dalam beragam kasus, Firdaus melanjutkan, politisi yang diduga terlibat korupsi sudah lumrah membantah. Ia lantas merujuk pada sejumlah bantahan, seperti "satu sen pun tidak terima" dan "gantung saya di Monas". 

"Eh, nyatanya dia jadi tersangka korupsi," katanya. Begitu juga dengan rekaman percakapan telepon, menurut Firdaus, merupakan fakta persidangan yang bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkap benarkah ada aliran dana yang diterima atau tidak terhadap seseorang. 
(Anthony Djafar, Deni Muliya Barus, Jennar Kiansantang, dan Ade Faizal Alami) ADA PRIYO DI SIDANG TIPIKOR

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Siswi SMK Laporkan Kepala Sekolah Cabul

Lereng Merapi-Merbabu Dari Islam ke Kristen Lalu ke Islam Lagi

Wako Ismet Amzis Berminantu