Aljazeera: Kemana Perginya Bantuan Suriah?


 
Para pekerja Bulan Sabit Merah Suriah (SARC) bersama Asma istri Basyar Al-Assad. foto: Souria
Rabu, 27 Februari 2013 
Hidayatullah.com--Masyarakat dunia telah merespon panggilan bantuan untuk rakyat Suriah dengan menjanjikan sejumlah besar uang. Mungkin jutaan dolar bantuan tersebut bisa membantu negara ini. Namun kenyataannya tidak karena peluang bantuan-bantuan itu sampai di tangan mereka yang membutuhkan sangatlah tipis. Demikian sebuah ulasan Aljazeera.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyalurkan semua bantuannya melalui pemerintah Damaskus dan mitra utamanya Bulan Sabit Merah Arab Suriah (SARC) yang terutama beroperasi di wilayah yang dikuasai pemerintah. Jaringan kampanye global bernama Avaaz yang membantu para aktivis oposisi di Suriah menyebut distribusi bantuan tersebut sebagai “sedekah gila dan tidak bermoral”.
Para pekerja kemanusiaan di Damaskus mengatakan, meski sejumlah bantuan sudah dialokasi untuk daerah sengketa di luar kota, seringkali tentara-tentara pemerintah menguasai bantuan itu sampai akhirnya tidak terlihat lagi keberadaannya.
Di dalam situsnya, SARC mendata bantuan-bantuan yang sudah didistribusikan ke Aleppo. Semuanya dipegang oleh rezim Suriah. Jamal, seorang mantan pegawai SARC yang ikut membelot dengan para pejuang dan kini melakukan sendiri pengiriman bantuan dari Turki ke provinsi Idlib, menghubungi rekannya dengan putus asa untuk permohonan bantuan pada musim panas lalu.
Ia mengatakan, beberapa dari mereka yang masih bekerja di kantor SARC di Idlib mengisi truk-truk mereka dan menuju ke garis depan. Di sana, mereka memberitahu para tentara yang berjaga di pos pemeriksaan kalau mereka mau mengirimkan sesuatu untuk pemerintah.
Lepas dari pengawasan para tentara, mereka memutar arah ke wilayah para pejuang dan memberikan bantuan kepada mereka yang tinggal di sisi lain lokasi pertempuran. PBB tengah berupaya mencari peluang untuk membawa bantuan ke negara itu melalui perbatasan yang lain namun masih perlu dikonsultasikan lagi.
Bagi mereka yang tinggal di daerah-daerah para pejuang, kabar bantuan dari Kuwait akan memberikan sedikit perubahan terhadap perjuangan hidup mereka sehari-hari. Namun tetap saja itu tidak dapat membantu Ahmad yang melarikan anak perempuannya dari kota Maarat al-Numan yang dibombardir dengan membawa barang-barang seadanya. Mereka kini tinggal di dalam gua di sebuah pegunungan bersalju di Jabal Zawiya. Mereka tidak memiliki apa pun untuk menghangatkan tubuh, kecuali beberapa ranting yang mereka kumpulkan untuk membuat api. Setiap harinya, tubuh mereka semakin kurus.

Dana bantuan sebesar US$1,5 miliar pun tidak mungkin dapat menjangkau para dokter, seperti Hani Marouf yang mencoba mengobati ribuan pasien di Idlib dengan kondisi obat-obatan dan peralatan medis yang hampir tidak ada. Karena kondisi yang serba terbatas, dokter ini mencoba menyelamatkan nyawa bayi yang baru berusia 20 hari dengan perlengkapan medis khusus orang dewasa. Sehari setelah bayi bernama Moutassim Billah itu tewas di lantai ruang tamu dokter, neneknya menjadi korban serangan udara.
Sementara lahan-lahan pemakaman terus bertambah, stok bantuan tidak mengalami perkembangan. Ibunda Marouf Muhammad telah membawa anaknya untuk bertemu dengan seorang dokter. Ia menderita infeksi tenggorokan. Keluhan ini sebenarnya bisa cepat diobati namun dokter mengatakan kehabisan stok obat-obatan pediatrik sejak musim panas lalu.
Hanya sedikit makanan, obat-obatan dan bahan bakar yang sampai kepada komunitas yang jumlahnya terus bertambah lantaran semakin banyak orang berdatangan mencari tempat berlindung dari segala serangan. Satu hal yang benar-benar dapat membantu mereka adalah menghentikan semua bombardir dan serangan udara yang dilancarkan oleh rezim penguasa. Sehingga mereka mendapatkan perawatan yang layak.* 
Sumber : SahabatAl-Aqsha|SahabatSuriah
Red: Cholis Akbar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Siswi SMK Laporkan Kepala Sekolah Cabul

Lereng Merapi-Merbabu Dari Islam ke Kristen Lalu ke Islam Lagi

Wako Ismet Amzis Berminantu