Pasang Fahri di Komisi III DPR, PKS siap perang lawan KPK?

Pasang Fahri di Komisi III DPR, PKS siap perang lawan KPK?

Pasang Fahri di Komisi III DPR, PKS siap perang lawan KPK?
Fahri Hamzah dan Anis Matta. ©2013 Merdeka.com/dwi narwoko





Kasus hukum yang menimpa Luthfi Hasan Ishaaq rupanya membuat pusing PKS. Berbagai manuver dilakukan, termasuk yang terbaru, menempatkan Fahri Hamzah kembali di Komisi III DPR. Saat menjadi wakil ketua di komisi ini, Fahri pernah melontarkan usulan pembubaran KPK.

Selain Fahri, Muhammad Nasir Djamil, juga kembali ke komisi hukum DPR. Fraksi PKS sepertinya kembali menempatkan, jagoan-jagoannya di bidang hukum untuk mengawal kasus Luthfi karena komisi ini bermitra langsung dengan KPK.

"Paling mendasar memang itu, kita membutuhkan teman-teman yang memahami di sana. Tentang penegakan hukum harus kepada itu. Oleh karena itu ada enam orang yang mendasar dan dasar hukum, bagi proses penegakan hukum yang komprehensif," kata Sekretaris Fraksi PKS Abdul Hakim saat dihubungi, Rabu (22/5).

Selain itu, alasan menggeser Fahri dan Nasir untuk mengawal proses penegakan hukum, supaya tidak ada lagi praktik tebang pilih. "Di (komisi) III itu ada beberapa UU yang sedang dibahas, yang membutuhkan perhatian dan materinya cukup berat. Seperti UU KUHP, UU Kejaksaan," lanjutnya.

Terpisah, Fahri membantah alasan yang dikemukakan Hakim. Menurutnya, perpindahan ke Komisi III murni untuk mengawal jalannya hukum yang adil di Indonesia.

"Sudah ditegaskan dari awal, kasus LHI adalah kasus pribadi. Dia harus bertanggungjawab secara pribadi. Partai tidak ikut bertanggungjawab. Partai adalah partai, pribadi adalah pribadi," kata Fahri.

Soal Fahri, publik tentu belum lupa dengan politikus asal NTB itu. Dalam rapat konsultasi yang dihadiri Jaksa Agung Basrief Arief dan Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo dua tahun silam, dia pernah mengusulkan agar KPK dibubarkan saja. Menurut dia, pola penanganan hukum yang dilakukan KPK terbilang kebablasan.

"Lebih baik KPK dibubarkan, karena saya tidak percaya institusi superbody dalam demokrasi. Tidak boleh ada institusi superbody dalam demokrasi," kata Fahri dengan lantang di ruang rapat pimpinan di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/10/2011).

"KPK gagal menjawab delapan tahun untuk menangani korupsi sistemik padahal DPR sudah memberikan dukungan luar biasa," kata Fahri di kesempatan berbeda.

Dia menilai KPK seharusnya berusia hanya tiga tahun saja seperti KPK di Hongkong dengan tugas pembenahan sistem. "Penindakan hanya satu hal saja, yang lain, supervisi dan koordinasi," jelasnya. Sementara, lanjut Fahri, KPK sudah hampir sembilan tahun mengacak-acak lembaga dan orang.

Saat penyidik KPK akan menyita mobil Luthfi Hasan di kantor DPP PKS, Fahri termasuk elite PKS yang bersuara keras. Bahkan dia menyebut, langkah KPK seperti preman. "Apapun tetap harus pakai prosedur, anda tiba-tiba didatangi orang mau nyita mobil atau rumah anda. Kita tanya anda siapa? Dia bilang KPK? Buktinya mana? Ya enggak bisa dong. Kemarin enggak bawa surat, jadi kaya preman," kata Fahri saat dihubungi, Rabu (8/5).

"Ini negara bukan main-main. Itu namanya tujuan menghalalkan cara. Ketika negara mengakses rakyat, negara harus memiliki dasar yang kuat sebelumnya dan harus tertulis secara jelas. Orang KPK enggak mengerti UU dasar, maunya tangkap," terangnya.

Atas langkah PKS menempatkan Fahri Hamzah kembali ke Komisi III DPR, pengamat politik UIN Jakarta Gun Gun Heryanto menilai hal itu sebagai bagian dari cara PKS melakukan manajemen konflik.

"Dalam konteks antagonistik, Fahri yang diposisikan oleh PKS. Dia terbiasa membuka ruang dialektis dan tipikalnya verbal agresif," kata Gun Gun dalam perbincangan dengan merdeka.com, Rabu (22/5) malam.

Meski begitu, Gun Gun mengatakan, akan sulit bagi Fahri untuk melakukan perlawanan terhadap KPK di tengah opini publik yang begitu menyudutkan PKS saat ini. "Yang pasti, menempatkan Fahri di Komisi III bukan sesuatu yang tiba-tiba tapi hasil rapat pimpinan PKS," ujarnya.

Gun Gun menilai, semua partai memiliki orang-orang yang berperan seperti yang dilakukan Fahri. Di Partai Demokrat misalnya, ada Ruhut Sitompul dan Sutan Bhatoegana yang dulu menjadi pembela Nazaruddin di awal-awal kasus suap Wisma Atlet terbongkar.

"Modus macam ini dipakai oleh hampir semua partai. Namun bagi PKS ini jadi blunder politik lagi. PKS tidak mesti meniru partai-partai lain melakukan pola seperti itu. Harusnya kesantunan seperti yang ditampilkan Mardani Ali Sera (jubir PKS) atau Nasir Djamil dikedepankan," paparnya.

"Saat ini, marwah PKS sebagai partai dakwah diuji. Apa bedanya PKS dengan partai lain, bukan menjadi satu di antara yang berbeda, tapi satu di antara yang sama. Keliru besar PKS menempatkan Fahri ke Komisi III. Sudahlah PKS fokus saja ke urusan hukum," cetus Gun Gun.
[bal] Reporter : Iqbal Fadil, Ya'cob Billiocta
SUMBER : MERDEKA.COM

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Siswi SMK Laporkan Kepala Sekolah Cabul

Lereng Merapi-Merbabu Dari Islam ke Kristen Lalu ke Islam Lagi

Wako Ismet Amzis Berminantu